Siang ini, betapa gamang. Sialan. dua langkah yang sangat mematikan, klik kanan pada mouse dan entry nama pada sebuah mesin pencari lalu klik ok. sebaris kata, sebentuk rupa memunculkan kalimat dan beberapa gambar. hanya teks dan image memang, tapi teks dan image itu menyeret ingatan pada suatu masa, berpuluh tahun lalu. seketika, jalan Gejayan, klebengan, selokan mataram, mrican, tamansari, malioboro, samirono dengan kencang dan bertubi-tubi, tanpa ampun menghajar ingatanku.
Lupakanlah semua hal yang harus dilupakan dan kenangkanlah hal-hal yang pantas untuk dikenang, dulu kataku seperti itu. nyatanya? menghapus ingatan dan kenangan tak semudah Select all, dan delete. tak semudah itu. Tidak akan pernah semudah itu, tak akan pernah. Seperempat umurku kuhabis kan di lorong-lorong kota ini, mengakrabi kehidupan yang selalu saja mampu menimbulkan gairah untuk hidup lebih lama lagi. Obrolan di angkriangn pak De Narto, warung kerai dengan gulai ayamnya yang sangat enak bila dikomparasikan dengan harganya yang murah, Mbak Minuk dan gondrong yang sangat terkenal di kalangan pecinta mansion house vodka. Begitu banyak waktu-waktu mudaku berceceren di segala penjuru kota ini. Femiadi sicerdas yang brilian dan absofungkinglutely unique, Tyas Ing Kalbu si pendiam, idealis, tak banyak berbicara, terlalu banyak mikir dan selalu tenang menghadapi apapun, Bagus Dwi Danto si aneh tapi hidup selalu tumbuh ide-ide segar dan gila di kepalanya, dia adalah teman terbaik yang aku punya selama hidupku, pernah aku harus melepaskan rambutnya yang mulai menggimbal sendiri akibat jarang disisir, tahu alat apa yang aku pakai buat melepas rambutnya yang gimbal? aku memakai obeng, ya obeng, drei kata orang jawa, dia temanku berbagi tempat tidur, berbagi makanan, rokok dan kopi, saling tukar celana dalam, baju, buku dan ide. Untung saja kami tidak pernah bertukar pacar, karena kebetulan aku payah dalam bidang itu, Danto selalu mendapatkan wanita-wanita cantik yang ia suka, tapi aku tidak pernah mendapatkan seorang wanitapun untuk aku tiduri (wakakakakakaka, sepertinya Danto pun tidak pernah melakukannya. buat apa pacaran coba kalau tidak berhasil mengajaknya ke tempat tidur....). Pak Kanis Ehak Wain, si cerdas, terlalu banyak bicara dan mempunyai selera humor yang keterlaluan. Tidak pernah tersinggung, dan rela menyebut dirinya sendiri sebagai pemuja keindahan DADA Bertha (teman seangkatan, satu kelas) yang memang nggilani ukurannya (sorry Ber, kami terlalu sering membicarakan hal ini dengan pak Kanis). Pernah suatu waktu Pintu kamar Kost pak Kanis Hilang, waktu itu dia bilang sama aku, "penk, kau tendang saja pintunya sudah, biar pintunya bisa terbuka." Benar...Pintunya terbuka, tapi sialnya pintu itu tak bisa lagi ditutup karena pintu itu lepas dari kosennya. Pak Kanis pun kemudian diusir oleh ibu kost karena telah merusak pintu.
Eva, Amy, Lily, Theodora yang semula tak pernah aku kenal dan tak pernah kuinginkan menjadi sahabatku ternyata di belakang hari justru menjadi sahabat terbaik yang pernah kupunya setelah Danto. Mereka kemudian aku anggap sebagai adikku. duh...senangnya bisa punya adik yang cantik-cantik, manis-manis, lucu-lucu. Pernah, pada suatu waktu, ketika Mrican Post hampir dead line, kami kerja di ruang BPM FISIP yang lama, di sudut gedung kampus, kami terjebak di sana karena hujan turun dengan derasnya. Akhirnya, karena lapar kami beli nasi di angkringan pak de Narto lengkap dengan gorengan dan teh hangatnya. gila, si eva, amy, dan Lily ternyata makannya banyak juga alias tidak sesuai dengan ukuran badan. Kalau si theo aku maklum makannya pasti banyak.
siang ini, berjuta kenangan yang hampir terselip dipedalaman lupaku tiba-tiba saja bangkit serupa hantu dari kubur. tertawa, haru, air mata, nafas menyesak, ah...perasaan yang tak terdeskripsikan, begitu campur aduknya. betapa laju hidup membawaku ke arah ini, ke arah yang tak pernah terpikirkan olehku sebelumnya. Aku berada jauh dari tempat kenanganku berada berikut dengan orang-orangnya, Danto, eva, Amy hanya mereka yang tersisa, hanya mereka yang bisa aku hubungi di saat ada rindu seperti sekarang ini menyerbu. Sisanya hanyalah harap, berharap suatu saat di waktu yang tak tentu, tiba-tiba saja bisa bertemu Femiadi Soempeno, Tyas Ing Kalbu, Pak Kanis Ehak Wain, Theodora, Zumro Tulayli, atau tanpa sengaja bisa mendapatkan kontak mereka dari suatu hal yang tak pernah terduga. Semoga.
Selasa, 03 Maret 2009
3/03/2009 01:10:00 AM
No comments
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar