Blogroll

Selasa, 16 November 2010

Jogja Java Carnival 2010

Hmmmmm....Pertanda apa ini? hari ini aku kembali duduk di tempat ini bersama 4 orang teman yang semuanya perempuan, tepat di depan mirota batik Jl. Malioboro. ah...sudahlah, aku tidak mau berpikir macam-macam atau bermain-main dengan masa lalu, yang belum sepenuhnya mampu kubunuh dari ingatan.


Ribuan orang tumpah ruah di Malioboro, menunggu karnaval yang ternyata membosankan. tepat di sini, di tempat aku dan teman-temanku berdiri sekarang, suatu hari di masa yang telah lewat, ada pentas musik dan aku tepat berdiri disini menyaksikan penampilan kawan-kawan pengamen jalanan yang diberi kesempatan untuk unjuk kebolehan.

Lagi-lagi aku tidak mau larut dalam cerita yang telah lewat itu, dan aku enggan menyebutnya kenangan. Biarlah semua mengalir menuju muaranya masing-masing dengan kehendaknya masing-masing karena Sang Empunya hidup tentu sudah membuatkan skenario takdir yang harus dijalani oelh setiap ciptaannya. Relakanlah...bathinku sambil mengelus dada dan sesekali menghembuskan asap rokok yang pekat dan berbau laknat.


*Yogyakarta Mei 2004: Sore hari seorang teman berinisial "D" menelephone dan meminta aku menemani dia melihat pesta kembang api di alun-alun utara setelah acara penutupan 'SEKATEN' dan aku bersedia menemani dia. sembari menunggu digelarnya pesta kembang api itu, ada sepenggal percakapan diselingi semangkok ronde panas yang terpaksa dibagi berdua, bukan karena ingin romantis-romantisan, tapi karena status sebagai anak kost memaksa kita untuk berhemat. hahahahaha..hihihihihihi...percakapan yang renyah dan mengalir. saling menatap, lalu tertunduk malu dan kemudian tertawa lagi.

Karena pesta kembang api yang ditunggu-tunggu belum juga dimulai, kami beranjak dari alun-alun Utara menuju jl. Malioboro, kebetulan beberapa teman dari komunitas "Seni Jalanan" membuat pentas musik anak jalanan, tepat di tempat kami berdiri menyaksikan karnaval tadi. Percakapan di alun-alun Utara tadi tidak terbawa sampai ke tempat ini karena suasana yang tiba-tiba tegang. Mirota Batik Jl. Malioboro tiba-tiba terbakar. Akhirnya kami memutuskan untuk kembali ke alun-alun Utara untuk melihat pesta kembang api penutupan Sekaten. sayang seribu kali sayang, dari panitia pelaksana kami mendengar bahwa pesta kembang api dibatalkan. Dongkol setengah mati rasanya, bukannya menyaksikan pesta kembang api yang mewah, malah melihat kebakaran yang tragis. Di perjalanan pulang praktis tak ada percakapan di antara kami, mungkin karena capek, kesal dan dongkol karena yang ditunggu-tunggu malah dibatalkan. Entahlah di mana kini kau berada, tapi aku tahu kau pasti sedang berbahagia dalam pelukan dia yang sangat mencintaimu dan yang kau cintai setengah mati.*


Tadi, kami harus pulang jalan kaki karena tak ada taksi yang kosong akibat berjubelnya manusia yang berebut kendaraan pulang. sampai di depan gedung BI ada kembang api dari arah perempatan Malioboro yang berterbangan ke angkasa, semakin lama semakin besar dan banyak, warna-warni dan terus membesar. Bangsat!! akhirnya aku larut juga dalam jerat masa lalu yang berakhir tidak indah antara kita. Kembang api sialan, tak ditunggu kehadiranmu tapi kau datang menghajar ingatan dan melemparkan aku jauh ke suatu malam enam tahun yang lalu. sesekali aku melihat ke belakang, dan sengaja berjalan di belakang. tiba-tiba saja kelopak mataku panas, ada dua manik mengembang di sana, dan tiba-tiba saja dada menyesak dan nafas tertahan di tenggorokan. seketika haru yang teramat sangat membuat rongga dada terasa sempit. ah....masa lalu yang selalu saja tak mampu kubunuh sepenuhnya.

Sengaja kutinggalkan langkahku di belakang teman-teman yang lain. aku tak mau terlihat terpukul, dengan alasan melihat kembang api yang seakan mengejekku itu aku menghapus air mata sialan yang tak mampu kubendung lagi. di sayidan, kami berhenti. membuat beberapa photo. tapi aku merasa sendiri, tiba-tiba.


*Yogyakarta September 2003, Kita bertukar buku saat detik-detik menjelang perpisahan, sama-sama berurai air mata, berpelukan erat. Di sampul belakang The Book of Laughing and Forgetting nya Milan Kundera yang kuberikan kepadamu aku menulis, "Kita adalah sepenggal kisah tentang kebesaran hati dan kerelaan. Memilih untuk berpisah untuk mematangkan pemaknaan terhadap kehidupan. Aku bersyukur karena tak setitik noda pun pernah kutitipkan padamu." dan di sampul belakang L'Immortalite nya Milan Kundera yang kau berikan kepadaku kau menulis, "Biarlah segenap alam raya dan isinya mengatakan kita berpisah, tapi kita tahu bahwa semua yang terjadi di antara kita hanya karena waktu dan takdir tidak berpihak kepada kita." dan kita pun melemparkan sim card kita berdua ke dalam kali dari jembatan sayidan dan sepakat untuk tidak akan mencari keberadaan masing-masing, kita akan saling menghapus kenangan. Kalau pun kelak kita akan bertemu kembali, biarlah takdir yang akan mempertemukan kita, bukan kehendak dan keinginan kita. Kau menstarter sepeda motormu menuju malioboro dan aku memacu sepeda motor (pinjaman) ku menuju Kusuma Negara. Sungguh indah, dua gerak berlawanan terjadi sekaligus dalam waktu yang bersamaan.*


Melanjutkan perjalanan menuju Taman Siswa dengan rasa yang semakin bercampur aduk. Sesampainya di Taman Siswa aku memilih langsung pulang, tapi begitu taksi sampai di pertigaan kusuma negara aku minta ke pak sopir untuk kembali ke sayidan. menghabiskan sebatang rokok dan kulemparkan puntung laknak itu ke dalam sungai seperti saat kami melemparkan simcard untuk menghapus jejak kedekatan yang telah sempat kami bina. lalu melaju menuju block O. aku ingin jatuh dalam pelukan tidur yang nyaman. tapi, sulit untuk mengajak mata terpejam. masa lalu itu terlalu berat menghajarku. Damailah kiranya hidupmu dan hendaknya segala kebaikan hidup selalu berpihak kepadamu.


Tadi, aku kembali berdiri di tempat yang sama dengan tempatku berdiri enam tahun yang lalu, entah pertanda apa semua ini?

0 komentar:

Posting Komentar