Blogroll

Sabtu, 05 September 2009

Membaca Gelagat di Balik Provokasi Malaysia

Sejak awal berdirinya Negara Malaysia sudah membuat gerah dan panas hati Presiden Soekarno dan rakyat Indonesia. Karena proses perundingan mengenai batas-batas wilayah sedang berlangsung dan Pemimpin Malaysia dengan Presiden Soekarno pun telah sepakat bahwa sebelum perundingan mengenai batas wilayah tersebut disepakati maka Malaysia belum akan memerdekakan diri.

Tapi, perjanjian tinggallah perjanjian, nyatanya Malaysia di bawah pengaruh dan desakan Inggris tetap menyatakan kemerdekaannya meskipun batas-batas territorial belum selesai dibicarakan. Inggris-Amerika tampaknya semakin khawatir dengan perkembangan Partai Komunis Indonesia yang kian hari semakin besar dan luas pengaruhnya belum lagi soal isu adanya poros Moskow-Peking-Jakarta yang menempatkan Indonesia sebagai wilayah strategis penyebaran ideologi komunisme di Asia Tenggara. Vietnam, Kamboja dan sebagian Myanmar pun telah secara terang-terangan menyatakan kiblatnya ke arah blok Timur. Melihat perkembangan yang semakin tidak menguntungkan bagi blok Barat, maka Inggris sebagai penjajah Malaya dan Amerika sebagai sekutunya merasa perlu untuk segera memerdekakan Malaysia mengingat jarak geografis yang begitu dekat dengan Indonesia yang sedikit demi sedikit cenderung kearah KIRI. Malaysia, letaknya begitu strategis, menjadi jalur transportasi laut yang utama menuju Asia tenggara. Pemerdekaan Malaysia oleh Inggris adalah langkah yang paling strategis dan mendesak untuk dilaksanakan, untuk kemudian dijadikan sebagai Negara satelit blok Barat guna memantau perkembangan di Indonesia sekaligus dijadikan basis perlawanan terhadap penyebaran ideology komunisme dari Indonesia ke Negara-negara Asia Tenggara lainnya, maupun dari negeri Tiongkok sana.

Presiden Soekarno merasa gerah karena pemimpin Malaysia melanggar perjanjian yang sudah disepakati akhirnya mengeluarkan kebijakan ganyang Malaysia yang berujung pada dikeluarkannya Indonesia dari keanggotaan PBB yang berdampak pada melemahnya posisi tawar dan loby-loby politik Indonesia di tingkat internasional. Malaysia memainkan peran Penting seperti yang diharapkan oleh Inggris dan sekutu-sekutunya yaitu untuk menyibukkan Indonesia dengan kemarahannya terhadap Malaysia, dengan begitu masalah penyebaran ideology komunisme di wilayah Indonesia bisa ditunda untuk beberapa saat lamanya. Dampaknya begitu luas. Terjadi perpecahan di tubuh angkatan perang, karena sebagian besar petinggi angkatan perang tidak setuju untuk mengganyang Malaysia karena mereka insyaf di belakang Malaysia berdiri pasukan Inggris yang bukan main perkasanya di lautan. Begitu Malaysia diserang, maka mereka akan mempunyai alasan untuk memborbandir dan meluluh lantakkan Indonesia. Tapi PKI mendukung kebijakan ganyang Malaysia tersebut. Maka Konflik yang semula hanya terjadi di tubuh angkatan perang meluas menjadi sentimen antara angkatan perang, terutama Angkatan Darat dengan Partai Komunis Indonesia (PKI). Apalagi ketika PKI menuduh bahwa Angkatan Darat berperang dengan setengah hati di pulau Borneo. Inilah cikal bakal konflik antara Angkatan Darat dengan PKI yang mencapai puncaknya pada September 1965. Malaysia sebagai Negara satelit Blok Barat berhasil memainkan perannya secara gilang gemilang untuk membendung meluasnya pengaruh komunisme di Asia Tenggara, khusunya di Indonesia. Lalu, Amerika dan Inggris mulai memainkan perannya secara langsung ke Indonesia untuk menghancurkan faham komunisme dengan memfasilitasi penumpasan sisa-sisa anggota PKI yang memakan korban jiwa hampir satu juta massa. Soeharto dan Angkatan Darat mengklaim Bahwa gerakan ataupun pembantain terhadap anggota PKI tersebut murni sebagai sebuah tindakan spontanitas rakyat yang marah atas Cup d etat dan pembunuhan sadis yang dilakukan oleh PKI. Tapi, marilah kita lihat ke belakang. Apakah mungkin tindakan pembantain itu dapat dikatakan benar-benar bersifat spontan mengingat pembantaian terhadap anggota PKI di Jawa Tengah Berlangsung selama Bulan Oktober 1965, Di Jawa Timur November 1965, dan di Bali Desember 1965. Pembantaian yang berlangsung selama tiga bulan tersebut memunculkan sebuah dugaan bahwa aksi pembantaian tersebut difasilitasi dan dimobilisasi secara terencana, dan pelakunya tetap sama, baik yang melakukan pembantaian di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali orangnya ya itu-itu saja.

Soeharto sangat anti dengan komunis, bukan komunisme sebagai ideology, tetapi komunis sebagai sebuah partai yang mempunyai massa dan pengaruh yang begitu besarnya, apalagi setelah munculnya wacana untuk mempersenjatai kaum tani sebagai angkatan ke-lima sebagai pasukan cadangan yang akan dipersiapkan untuk mengganyang Malaysia jelas-jelas memperlemah posisi Angkatan Darat. Apalagi Presiden Soekarno pun terang-terangan mengecam sikap pengecut Angkatan Darat dan memberikan simpati kepada PKI yang mendukung kebijakan ganyang Malaysia tersebut. Saya tidak bermaksud untuk membongkar tragedi berdarah 1965, siapa pelakunya dan apa tujuannya, karena begitu gelap misteri seputar tragedi berdarah itu. Tapi, satu hal yang menurut saya menarik untuk dicermati adalah. Pasca naiknya Soeharto menjadi Presiden ke-dua Republik Indonesia, Union Texas Oil, Caltex dan PT. Freeport Indonesia berdiri dengan megahnya untuk menghisapi sumber daya mineral negeri ini. Lalu, belasan perusahaan asing berlomba-lomba menancapkan tentakel raksasanya dan dengan rakus menghisapi kekayaan sumber daya alam kita. Sebuah pertanyaan spekulatif coba saya lontarkan. Mengapa perusahaan pertambangan raksasa itu tumbuh seperti jamur di musim hujan ketika Soekarno baru saja lengser dari singgasana kepresidenan? Sungguh, di Indonesia, tahun 1965 adalah titik balik kemenangan kapital dan bedil.

Provokasi Malaysia di masa lalu telah berhasil membuat Indonesia dikeluarkan dari anggota PBB, melemahkan posisi tawar dan loby-loby politik Indonesia di tingkat internasional, memecah belah dan menimbulkan kecurigaan di tubuh angkatan perang, angkatan perang dengan PKI dan angkatan perang dengan presiden selaku panglima tertinggi angkatan perang. Provokasi Malaysia di masa lalu telah berhasil melengserkan presiden Soekarno dari kursi kepresidenan dan mengangkat Soeharto menjadi presiden kedua Republik Indonesia, mendorong berdirinya perusahaan pertambangan asing yang pada akhirnya menyebabkan penderitaan bagi jutaan rakyat Indonesia.

Kita perlu mencermati, ada apa di balik provokasi Malaysia yang sudah beberapa kali terjadi belakangan ini, dari klaim-mengklaim wilayah, kebudayaan, sampai pada mengklaim kesenian kita. Baru saja Malaysia meminta maaf karena mengklaim blok ambalat masuk ke dalam wilayah territorial mereka, mereka mulai lagi mengklaim tari pendet. Baru saja Malaysia meminta maaf karena telah mengklaim tari pendet, sekarang mereka mengklaim pulau jemur di kepulauan Riau masuk ke dalam wilayah mereka. Ingat kasus Sipadan-Ligitan. Bila jalan yang ditempuh untuk menyelesaikan sengketa ini adalah dengan berunding. Ingat-ingatlah ini. Konferensi Linggar jati yang membahas batas garis demarkasi berakhir dengan menyempitnya wilayah teritori Republik, Konferensi Meja Bundar berakhir dengan segala hutang luar negeri Negara Hindia Belanda menjadi hutang luar negeri Republik Indonesia Serikat, Perundingan mengenai batas wilayah dengan Malaysia berakhir dengan lepasnya pulau sipadan dan ligitan dari pangkuan bumi pertiwi. Perundingan haruslah dijadikan sebagai jalan yang tidak akan pernah ditempuh dalam menyelesaikan konflik dengan Malaysia.

Apa tujuan provokasi Malaysia kali ini? Jikalau yang dijadikan sebagai sasaran adalah untuk melengserkan SBY, tidak mungkin karena Presiden kita ini dekat dengan Amerika-Inggris, bahkan Partai yang dia pimpin saja sama dengan partai penguasa di negeri paman Sam sana. Jika yang dijadikan sasaran adalah sumber daya mineral, tidak mungkin juga karena sumber daya mineral kita sudah habis dihisapi Union Texas Oil, CALTEX, Pt. Freeport Indonesia dan lain-lainnya itu. Jangan bilang tidak. Pasti ada. Pasti ada beberapa hal yang menjadi tujuan dibalik peristiwa provokasi Malaysia ini. Dan, apapun tujuan itu, pastilah berbicara tentang kepentingan Inggris-Amerika dan sekutu-sekutunya.Ditengah klaim-mengklaim yang sedang gencar-gencarnya dilancarkan Malaysia, pemimpin Negara ini, Presiden Republik Indonesia justru rebut-ribut dengan kebijakan politiknya, sibuk membela namanya dari cemoohan rakyatnya sendiri, sibuk dengan kasus-kasus manipulatif untuk membingungkan rakyatnya sendiri. Malah belakangan muncul wacana untuk membuat undang-undang kerahasiaan Negara. Untuk apa??!! Negara kita telah diinjak-injak kedaulatannya oleh Malaysia. Mengapa masih saja sibuk mengurusi partai, mengurusi penunjukan ketua DPR yang seharusnya menjadi hak mutlak lembaga legislative. Pemerintah, dalam hal ini sama sekali tidak jeli dalam menanggapi dan mencermati motif provokasi Malaysia kali ini. Tetap saja mengedepankan jalan diplomasi. Saya tekankan sekali lagi. Diplomasi adalah satu-satunya jalan yang tidak boleh ditempuh untuk menyelesaikan konflik dengan Malaysia yang telah berulang kali menginjak-injak kedaulatan Republik ini. Inggris-Amerika pasti ada dibelakang mereka. Tapi, takutkah kita? Lebih baik mati berkalang tanah daripada hidup tanpa kehormatan dan kedaulatan. Rakyat bertanya. Berapa Anggaran pemerintah untuk pendidikan? 20 % kata pemerintah. Itu kan data statistik. Rakyat bertanya lagi, berapa dana APBN? Dan berapa dialokasikan untuk dunia pendidikan? Berapa untuk bidang kesehatan? Tapi saya tidak bertanya seperti itu. Saya bertanya, berapa milyar dana yang dikeluarkan pemerintah untuk AKMIL, AAU, AAL, AKPOL? Uang yang begitu banyak dihabiskan hanya untuk menciptakan prajurit karir yang hanya tahu soal jabatan dan tempat duduk dibalik meja tapi tanpa nasionalisme dan sikap patriotisme. Kita harus dapat bertindak dengan cepat dan tepat untuk mengetahui apa gerangan motif dari provokasi Malaysia kali ini.

2 komentar:

  1. ANJRIT MALINGSIA...???Ayo Dong PEMERINTAHH Tanggap dikit napa...????? mungkin pemerintah menunggu sampai NKRI tinggal Jawa saja...???

    BalasHapus
  2. Saya tidak begitu paham dgn politik.. Makanya saya tidak memilih siapapun pd saat pemilu.. Hdp golput..
    Skrg aja byk menyesal pilih SBY-Berbudi gara2 skandal century hehe...

    BalasHapus