ada sebuah kesalahan fatal yang sudah teramat akut di sini, di mana rakyat kecil dijadikan menjadi korban dari produk perundang-undangan, menjadi sangat ironis kemudian kalau kita kembali mengkaji makna sebuah negara. Negara dibentuk berdasarkan kontrak ataupun kesepakatan demi kemakmuran dan keterjaminan hidup bersama. Artinya, sudah semestinya semua produk perundang-undangan berpihak kepada massa rakyatnya, bukannya justru menempatkan rakyatnya di wilayah yang paling margin dan paling menderita akibat segala macam perundang-undangan tersebut.
di masa kampanye pemilihan presiden nanti, saya yakin bahwa kemiskinan dan penderitaan rakyat akan menjadi jualan para kandidat presiden-wakil presiden yang paling seksi dan paling banyak tersentuh dalam pembicaraan. sangat ironis memang, di satu sisi massa rakyat dimiskinkan secara sistematis oleh sebuah lembaga yang bernama negara melalui oknum-oknum penguasa dan kemudian kemiskinan itu akan terus didengung-dengungkan di masa kampanye demi untuk menarik simpati rakyat yang sayangnya tak pernah sadar kalau kemiskinan yang mereka derita sebenarnya adalah tanggung jawab para kandidat tersebut, rakyat tetap saja berhasil diperdaya dengan mulut manis para penguasa. Dalam praktik bernegara dan berdemokrasi tak pernah ada peraturan perundang-undangan yang benar-benar berpihak kepada rakyat, seperti yang telah dipaparkan dalam alinea pertama tulisan ini. UU dibuat hanya untuk melindungi aset dan kepentingan pemilik modal.